5 Masalah Terbesar Joker: Folie à Deux, Apakah Kamu Tahu Masalahnya?
Joker: Folie à Deux punya lima masalah utama yang mengganggu
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Film Joker yang dirilis pada tahun 2019 sukses besar dengan pendapatan box office yang luar biasa, serta penampilan ikonik Joaquin Phoenix sebagai Arthur Fleck yang mendapatkan pujian luas. Namun, sekuelnya yang berjudul Joker: Folie à Deux telah menimbulkan banyak perdebatan di kalangan penggemar dan kritikus.
Berikut adalah lima masalah utama yang muncul setelah kami menyaksikan sendiri film tersebut.
1. Tanpa Batman Joker Bukan Siapa-Siapa
Film Joker memperlihatkan dengan jelas kalau dunia Joker tidak akan membahas Batman sama sekali. Pada awalnya kami setuju dengan arah ini. Bahkan Todd Phillips dengan terang-terangan menghadirkan Bruce Wayne muda yang tidak mungkin bisa berjalan di Crime Alley bersama orang tuanya, lalu ujuk-ujuk berubah menjadi Batman di Joker: Folie à Deux. Waktu yang terlalu cepat dan umur Joker yang tua, tidak mengizinkan proses tersebut terjadi.
Tapi sayangnya, hal ini jugalah yang menjadi ganjalan terbesar dari Joker: Folie à Deux. Dengan tidak adanya Batman untuk mengimbangi seluruh eksistensi Joker, Arthur Fleck hanyalah orang gila yang melakukan pembunuhan berantai dengan menggunakan pistol. Tidak ada mental yang harus dipatahkan, tidak ada api yang harus dipandamkan, tidak ada kekacauan yang harus diciptakan.
Memang, momen Joker membunuh di film pertamanya memicu sebuah pergerakan besar di Gotham yang dipenuhi dengan pejabat korup, oknum polisi dan orang-orang brengsek. Tapi hal itu tidak cukup untuk membuat Joker menjadi seorang "Joker", sang pangeran kejahatan yang memiliki pemikiran ekstrim tetapi jenius. Yang ada malah kita memandang Joker sebagai orang "waras" yang "tersakiti" hingga ada sesuatu yang terpelatuk di dalam kepalanya.
Joker lebih dari itu. Bahkan DC sendiri sampai kesulitan menceritakan Joker yang sudah mereka kembangkan selama 80 tahun.
Eksposisi yang sudah dibentuk di awal itu malah dipatahkan dengan hadirnya Harley Quinn dan Harvey Dent di Joker: Folie à Deux. Memberikan kesan kalau sebenarnya dunia Batman yang diceritakan selama berpuluh-puluh tahun tersebut tidak bisa diceritakan dengan cara lain atau karakter lainnya.
Baca Juga: Tiga Karakter Penting di Joker: Folie à Deux! Ada Harvey Dent?
2. Lazy Writing
Sebenarnya fenomena lazy writing ini sudah terlihat di film Joker pertama. Tetapi saat itu film tersebut masih tertolong karena akting Joaquin Phoenix yang luar biasa. Masalahnya di Joker: Folie à Deux, Todd Phillips dan Scott Silver kembali bermalas-malasan dalam mengembangkan sekenario Joker: Folie à Deux.
Joker dipenjara, memiliki penggemar bernama Harley Quinn, lalu apa? Tidak ada apa-apa setelah itu. Yang ada malah kita disuguhi dengan berbagai adegan dewasa yang tidak menarik dan bahkan cenderung generik. Apalagi kalau kamu terbiasa dengan film-film indie yang dipenuhi dengan sumpah-serapah, penganiayaan, dan berbagai adegan eksplisit lainnya.
Padahal seharusnya ada banyak yang bisa digali dari hubungan Joker dan Dr. Harleen Frances Quinzel. Tentang bagaimana Joker bisa merasuki cara berpikir sang dokter atau bagaimana romantisme keduanya berjalan.
Kami memang disuguhi proses bagaimana keduanya bertemu pertama kali di sektor A dari Arkham Asylum. Tetapi adegan tersebut hanya memperlihatkan kalau Harley Quinn tertarik dengan Joker dan menceritakan kisah masa lalu yang mirip. Dari sini saja, kami sudah tau kalau naskah film Joker: Folie à Deux adalah sebuah naskah yang kosong, bolong-bolong dan ditulis dengan cara yang sangat malas.
3. Harley Quinn yang Manipulatif
Harley Quinn biasanya diceritakan sebagai perempuan gila yang menyukai Joker, karena keduanya memiliki banyak kesamaan. Walaupun pada dasarnya Joker tidak benar-benar mencintai Harley Quinn, tapi hubungan ini terus berjalan karena Joker melihat Harley Quinn bisa "dimanfaatkan" dan "dieksploitasi".
Pakem tersebut diubah sepenuhnya di Joker: Folie à Deux. Menjadikan Joker sebagai budak cinta yang membuatnya seperti perjaka "ting-ting" yang baru mengenal wanita. Membutakan kejeniusannya, kegilaannya, bahkan kemampuannya untuk berkhayal dan menciptakan ilusi yang sulit dibedakan oleh penonton.
Selain mengubur semua keunikan Joker, prosesi terbalik ini membuat Joker menari-nari di ujung jari Harley Quinn. Tanpa mendapatkan eksposisi yang meyakinkan, kenapa Joker adalah seorang Joker. Atau kenapa momen Joker membunuh orang di siaran langsung mampu menggerakan ribuan orang lainnya di kota Gotham.
Seakan-akan semua itu terkubur dengan hadirnya Harley Quinn. Perempuan yang berbohong mengenai asal-usulnya, demi mendapatkan perhatian Joker.
Harley Quinn itu seharusnya gila dan implusif, bukan seorang pengatur strategi yang bisa membuat seorang Joker menjadi bulan-bulanan di dalam penjara atau memecat pengacaranya sendiri.
4. Motif yang Tidak Lengkap
Salah satu elemen yang memicu keraguan besar adalah pertanyaan tentang motif utama dalam cerita sekuel ini. Di film pertama, Arthur Fleck digambarkan sebagai individu yang berada di tepi jurang, dengan narasi yang membangun empati meskipun tindakannya tragis dan kejam.
Joker: Folie à Deux, tidak memiliki motif yang lengkap. Ini bukan tentang krisis mental dan sosial yang kuat, atau sebuah bentuk kegilaan seorang Joker. Ini adalah sebuah krisis yang tercipta karena hubungan cinta yang diceritakan secara lemah dan klise. Hasilnya, Joker: Folie à Deux menjadi sebuah film kacangan yang miskin motif dengan plot yang terhubung secara tidak jelas.
Sebenarnya banyak sekali bagian yang bisa dikembangkan sehingga akhirnya bisa memunculkan motif sang Joker atau Harley Quinn dalam menjalani babakan cerita di Joker: Folie à Deux. Sayang, lagi-lagi semua itu tidak dimunculkan di dalam plot cerita. Kamu hanya disuguhi dengan motif sang Joker yang baru mengenal rasanya "dicintai" secara "semu" oleh seorang perempuan.
Apa yang dilakukan oleh Joker juga bertentangan dengan motif tersebut. Dia harus bebas, tapi dia memecat sang pengacara, mengakui pembunuhan yang sebelumnya tidak terungkap, dan masih banyak lagi. Mungkin Todd Phillips dan Scott Silver ingin memperlihatkan kegilaan Joker di dalam proses tersebut. Tetapi sayangnya kami tidak termakan dengan umpan tersebut.
5. Musikal yang Sumbang
Melalui film Joker: Folie à Deux kami jadi tahu kalau Joaquin Phoenix bukanlah pilihan yang tepat untuk film musikal. Gilanya lagi Todd Phillips dan Scott Silver malah tetap melanjutkan format musikal ini hingga 2/3 film.
Lebih gilanya lagi, berbagai bagian musik di Joker: Folie à Deux memiliki masalah transisi yang serius. Transisi tersebut membuat kami mengenyritkan dahi setiap kali mendengar suara Joaquin Phoenix yang sedang "berusaha" bernyanyi.
Selain aktor dan transisi yang buruk, genre musikal yang hadir di film ini juga bertolak belakang dengan nada suram dan penuh tekanan psikologis dari film pertamanya. Membuat Joker: Folie à Deux kehilangan kekuatan narasi dan atmosfer yang seharusnya muncul di babakan penting dari film ini.
Baca Juga: Review Joker: Folie à Deux, Sebuah Sekuel Tanpa Arah